Pandangan Etis Teologis Terhadap Aborsi - BAB 2

Penulis: DelacruZone (Dewi M. Delacruz)
Judul: Pandangan Etis Teologis Terhadap Aborsi

BAB II
PENDAHULUAN

2.1  Pengertian Aborsi                                     
Defenisi para ahli tentang aborsi, yaitu:
a)Eastman: Aborsi adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup berdiri sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400 – 1000 gr atau kehamilan kurang dari 28 minggu.

b)Jeffcoat: Aborsi yaitu pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law.

c)Holmer: Aborsi yaitu terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16 dimana plasentasi belum selesai.[1]

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aborsi berarti pengguguran kandungan.
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa latinabortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janinPenghentian kehamilan pada usia lebih dari 21 minggu usia kehamilan, bukan lagi tindakan aborsi tetapi pembunuhan janin atau infantisida. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur
Dalam bahasa sehari-hari, istilah "keguguran" biasanya digunakan untuk spontaneous abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk provocation abortion.

2.2  Klasifikasi Aborsi
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi:

  • Spontaneous Abortion atau abortus spontan merupakan aborsi yang berlangsung tanpa tindakan dan tidak disengajai, yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.

  • Provocation Abortion atau abortus provokatus merupakan jenis aborsi yang sengaja dibuat atau dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Abortus provokatus termasuk di dalamnya adalah:
Ø  Abortus provokatus medisinalis, yaitu aborsi yang dilakukan dengan disertai indikasi medis. Di indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Indikasi medik yang dimaksud misalnya: calon ibu yang sedang hamil tapi punya penyakit yang berbahaya seperti penyakit kanker, bila kehamilan diteruskan akan membahayakan nyawa ibu serta janin, sekali lagi keputusan menggugurkan akan sangat dipikirkan secara matang. 
   Di Indonesia syarat-syarat untuk melakukan abortus provokatus medisinalis adalah sebagai berikut:
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2.     Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agamahukumpsikologi).
3.     Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4.     Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga atau peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
5.     Prosedur tidak dirahasiakan.
6.     Dokumen medik harus lengkap.[3]


Macam-macam cara abortus provocatus medisinalis adalah sebagai berikut:

§  Dilatation dan Curettage
Jenis ini dilakukan dengan cara memasukkan semacam pacul kecil ke dalam rahim, kemudian janin yang hidup itu dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya akan terjadi banyak pendarahan, cara ini dilakukan terhadap kehamilan yang berusia 12-13 minggu.

§  Suction (Sedot)
Dilakukan dengan cara memperbesar leher rahim, lalu dimasukkan sebuah tabung ke dalam rahim dan dihubungkan dengan alat penyedot yang kuat, sehinggi bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah sebuah botol.

§  Peracunan dengan garam
Jenis ini dilakukan pada janin yang berusia lebih dari 16 minggu, ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul di sekitar bayi dalam kantung anak dan larutan garam yang pekat dimasukkan ke dalam kandungan itu.

§  Histeromi atau bedah Caesar
Jenis ini dilakukan untuk janin yang berusia 3 bulan terakhir dengan cara operasi terhadap kandungan.

§  Prostaglandin
Jenis ini dilakukan dengan cara memakai bahan-bahan kimia yang dikembangkan Upjohn Pharmaccutical Co. Bahan-bahan kimia ini mengakibatkan rahim ibu mengerut, sehingga bayi yang hidup itu mati dan terdorong keluar.

Ø  Abortus provokatus kriminalis, jenis aborsi ini adalah kebalikan dari abortus provokatus medisinalis. Abortus provokatus kriminalis adalah aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Dalam proses menggugurkan janin pun kurang mempertimbangkan segala kemungkinan apa yang akan terjadi kepada wanita atau calon ibu yang melakukan tindakan aborsi ilegal. Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu, atau juga dengan tanpa alat.

§  Abortus Provokatus Kriminalis kekerasan mekanik
Umum        : Dengan sengaja olahraga berlebihan, naik-turun
  tangga, menunggang kuda, mendaki gunung, dan lain-lain.
Lokal          : Memasukkan alat-alat yang dapat menusuk ke dalam vagina
seperti pensil, paku, yang dapat merobek kantong kehamilan. Kateter atau alat penyemprot untuk menusuk atau menyemprotkan cairan kedalam uterus untuk melepas kantong kehamilan.

§  Abortus Provokatus Kriminalis kekerasan kimiawi adalah abortus yang memanfaatkan obat-obatan atau zat-zat kimia yang digunakan baik secara lokal maupun melalui mulut.


2.3   Penyebab Aborsi
Setiap tindakan pasti ada yang menyebabkannya. Berikut beberapa faktor penyebab mengapa aborsi dilakukan :

1.     Faktor Umur
Umur menjadi pertimbangan seseorang wanita memilih abortus. Apalagi untuk calon ibu yang merasa masih terlalu muda secara emosional, fisik belum matang, tingkat pendidikan rendah dan masih terlalu tergantung pada orang lain. Masalah karena umur yang terlalu tua untuk mengandung pun menjadi penyebab abortus.

2.     Faktor Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak kehamilan yang terlalu rapat menjadi alasan abortus, karena jika tidak dilakukan abortus akan menyebabkan pertumbuhan janin kurang baik, bahkan menimbulkan pendarahan hal itu disebabkan karena keadaan rahim yang belum pulih benar.

3.     Faktor ekonomi
Tidak dapat kita pungkiri kebutuhan manusia semakin lama semakin meningkat. Sedangkan untuk memuaskan kebutuhan tersebut kadangkala terdapat banyak keterbatasan. Berdasarkan survey yang telah dilakukan maka salah satu penyebab aborsi adalah karena kemiskinan, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.

4.     Faktor Paritas ibu
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup atau lahir mati. Seorang ibu dengan paritas tinggi atau banyak, kesehatannya cenderung tidak baik dan sebaliknya dengan ibu yang memiliki paritas rendah atau sedikit. Karena ibu yang memiliki paritas tinggi akan meningkatkan banyak wanita melakukan abortus.

5.     Faktor penyakit herediter
Di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.[5] Kemajuan teknologi kedokteran telah memungkinkan manusia mengetahui janin sejak masih dalam kandungan. Bukan saja tentang jenis kelaminnya saja, tetapi juga tentang apakah janin tersebut menderita cacat atau tidak. Salah satu cacat berat yang dapat dideteksi sejak dini adalah kelainan fisik atau mental yang disebut sebagi sindroma down. Pada kelainan ini, selain terdapat kelainan fisik yang berat, juga terdapat kelainan perkembangan mental yang sangat terlambat (idiot). Dimana anak tersebut jika lahir kedunia akan selalu tergantung pada orang lain. Selain sindroma Down, adanya kepala tidak berkembang (anensefali) atau cairan otak tersumbat (hidrosefalus) juga dapat dideteksi sejak janin masih di dalam kandungan. Dalam keadaan seperti ini, dokter tidak dapat mengelakkan diri dari keharusan memberitahukan hal itu kepada orangtuanya, agar mereka siap mental menghadapi serta dapat menentukan rencana kedepan. Ada kemungkinan pasangan orangtua itu lebih memilih untuk mengugurkan kandungannya. Dulu di Romawi kuno, bayi yang juga sudah lahir dengan cacat berat bisa langsung dibunuh (dikenal dengan sebutan infaciticide atau pembunuhan anak kecil).

6.     Riwayat kehamilan yang lalu
Wanita yang sebelumnya pernah abortus, kemungkinan besar akan dilakukan abortus lagi. Penyebab yang  lainnya yaitu seperti calon ibu yang memiliki penyakit berat hingga takut bila ia melahirkan anaknya, anaknya akan   tertular penyakit itu pula (HIV AIDS, Diabetes, Hipertensi, dll.).

7.     Faktor hamil di luar nikah
Kemajaun zaman yang terus berkembang pada saat ini membuat pergaulan diantara masyarakat terutama anak muda semakin tidak terkontrol. Perlakuan dan tingkah negatif yang dilarang dalam norma-norma dalam masyarakat pun menjadi tren dikalangan anak muda saat ini. Salah satunya adalah seks bebas diantara anak muda yang nantinya akan menyebabkan kehamilan diluar nikah. Salah satu jalan yang ditempuh ketika seseorang wanita hamil diluar nikah adalah aborsi. Aborsi dilakukan karena tidak adanya kesiapan untuk mempunyai anak dan rasa malu kepada masyarakat karena hamil diluar nikah.

8.     Faktor psikologis
Di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.

9.     Faktor lainnya
Seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu atau keduanya sudah bersuami atau beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.


2.4   Resiko dari aborsi
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”. 
Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka  yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi. 
Dan juga, aborsi yang dilakukan mungkin tidak menyebabkan terjadinya perubahan secara fisik dari luar tubuh perempuan tersebut. Tapi aborsi bisa menyebabkan dampak terhadap organ fisik di dalam tubuh. Perubahan fisik yang terjadi lebih banyak di dalam tubuh.


Dampak pada kesehatan wanita atau ibu yang melakukan aborsi:
1. Kerusakan leher rahim
Hal ini terjadi karena leher rahim robek akibat penggunaan alat aborsi.

2. Infeksi
Penggunaan peralatan medis yang tidak steril kemudian dimasukkan dalam rahim bisa menyebabkan infeksi. Selain itu infeksi juga disebabkan jika masih ada bagian janin yang tersisa dalam rahim.

3. Pendarahan hebat
Ini adalah risiko yang sering dialami wanita yang melakukan aborsi. Pendarahan terjadi karena leher rahim robek dan terbuka lebar. Tentunya hal ini sangat membahayakan jika tidak ditangani dengan cepat.

4. Kematian
Kehabisan banyak darah akibat pendarahan dan infeksi bisa membuat sang ibu meninggal.

5. Risiko kanker
Karena leher rahim yang robek dan rusak bisa meningkatkan risiko kanker serviks. Ada pula risiko kanker lainnya seperti kanker payudara, indung telur dan hati.


Dampak pada kehamilan selanjutnya:
Tak bisa dipungkiri, tindakan aborsi akan mempengaruhi kehamilan seorang ibu selanjutnya. Risiko yang paling sering terjadi adalah kelahiran prematur pada kehamilan berikutnya.

Dampak psikologis bagi wanita atau ibu yang melakukan aborsi:
1. Perasaan bersalah dan berdosa
2. Depresi
3. Trauma
4. Ingin bunuh diri, dan
5. Rasa menyesal mendalam dan tak punya harga diri.

Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
1.    Kehilangan harga diri (82%)
2.    Berteriak-teriak histeris (51%)
3.    Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4.    Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5.    Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6.    Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)

Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya. Rasa bersalah tersebut dapat menyebabkan stres psikis atau emosional, yaitustres yang disebabkan karena gangguan situasi psikologis (Hidayat, 2007).


2.5   Kajian Medis
Ditinjau dari sudut pandang medis, aborsi diperbolehkan untuk dilakukan secara legal pada perempuan hamil sesuai indikasi medik (untuk keselamatan ibu), yang harus disertai dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan, persetujuan suami serta keluarganya.

Undang-undang Kesehatan pasal 75 :
(1)  Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2)  Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
*     indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3)  Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
       dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.[9]


2.6   Kajian Hukum
Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut:
  • Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda.
  • Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti di Perancis dan Pakistan.
  • Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai dan Swiss.
  • Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.
  • Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia, dan Yugoslavia.
  • Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan tanpa memperhatikan indikasi-indikasi lainnya (Abortion on requst atau Abortion on demand), seperti di Bulgaris, Hongaria, USSR, Singapura.
  • Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India.
  • Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil akibat perkosaan) seperti di Jepang.[10]

Yang menerima hukuman atas kasus aborsi adalah:
1.   Ibu yang melakukan aborsi,
2.   Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi, dan
3.   Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi.

Di Indonesia, meskipun dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu (Bab XIX pasal 346 s/d 349), dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim. Namun dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.[11]


2.7   Kajian Teologis
Melihat aturan dalam Keluaran 21 : 22 – 24, tentang seorang yang menyebabkan terjadinya buah dari rahim seorang ibu keluar (terjadi kelahiran prematur), tapi tidak ada luka maka sanksinya adalah denda, tetapi jika ada luka (ayat 22 maupun 23 tidak spesifik menunjuk kepada sang ibu, bisa juga kepada sang anak), maka hukumannya adalah nyawa ganti nyawa. Hal ini bisa diartikan sebagai dukungan atas pemahaman bahwa anak memiliki hakekat yang sama dengan ibunya, sehingga hukum yang sama bisa berlaku.

Kemudian, Allah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam kandungan (Yeremia 1:5), juga Mazmur 139:13 menunjuk kepada kehidupan yang bermula dari karya Allah dalam rahim yang menunjukkan nilai sebagai manusia yang lebih mulia dari makhluk yang lainnya. Konsep bahwa kehidupan sudah dimulai sejak dalam rahim terlihat dalam bagian ini. Firman Tuhan dalam Mazmur 139:13, menyiratkan bahwa kehidupan itu adalah suatu yang diberikan kepada manusia, bukan sesuatu yang bisa dimiliki oleh manusia untuk diperlakukan semaunya. Dan bahwa kehidupan manusia sudah bermula ketika masih berada dalam rahim ibu, maka larangan untuk melakukan aborsi terdapat juga dalam Keluaran 20:13 “Jangan membunuh”.

Aborsi karena alasan janin yang cacat, juga tidak dibenarkan Tuhan.  Dalam Yohanes 9:1-3 memberi penjelasan akan hal tersebut, “Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.  Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia””

Selanjutnya, dalam konsep penebusan, maka semua orang yang ditebus dalam Kristus Yesus tidak lagi memiliki hak untuk menentukan apa yang ia suka, tetapi menjadi milik Kristus yang harus mengarahkan diri dalam ketaatan kepada apa yang Allah kehendaki.


2. 8  Pandangan Selaku Etikus Kristen
Meninjau dari sudut pandang medis, hukum, bahkan teologis, menurut saya selaku etikus Kristen, aborsi itu adalah tindakan yang tidak dibenarkan. Apapun alasannya, entah hal itu berdasarkan indikasi medik, seharusnya sebagai manusia kita harus lebih menghargai sebuah kehidupan yang telah diberikan dengan cuma-cuma kepada kita. Dan untuk itulah saya lebih setuju dengan kelompok yang menganut paham Pro-Life atau Pro-Kehidupan yang menganggap bahwa janin juga sudah memiliki hak yang sama dengan manusia untuk terlahir dan hidup, dari pada dengan kelompok yang menganut paham Pro-Choice atau kelompok yang hanya meninjau dari segi keuntungan sang ibu saja, tanpa memandang hak dari janin.

Setelah mempelajari tentang segala sesuatu mengenai aborsi, terlebih khusus melihat dari faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya aborsi, maka sebagai etikus Kristen menurut saya,

        Janin yang dikandung atau pun dilahirkan hasil dari pemerkosaan atau juga incest, tidak seharusnya dibunuh (aborsi) hanya karena dosa ayahnya. Sekali pun ia dikandung karena sebuah kesalahan, tapi sesungguhnya ia sama sekali tidak bersalah.

        Ketika terjadi situasi dilematis karena sang ibu dalam keadaan sakit yang membuat ibu atau keluarga diberi pilihan untuk menggugurkan janin, maka teruslah berdoa dan selalu percaya saja bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah, sekalipun hal itu tidak mungkin terjadi dari sudut pandang medis (Yak. 5:15).

        Tuhan  punya rencana-Nya sendiri terhadap setiap pribadi manusia ciptaan-Nya, termasuk juga terhadap janin  yang didiagnosa cacat atau manusia yang terlahir cacat. Untuk itu janganlah kita dengan seenaknya saja melakukan aborsi terhadap janin yang cacat. Karena realitas yang ada, banyak orang-orang jenius dan hebat yang kita ketahui bersama adalah berasal dari kaum cacat.

Comments

Baca juga

Mazmur 146 : 1-10 Hanya Allah satu-satunya penolong, Andalkan Allah dan bukan manusia

Khotbah / Renungan Injil Matius 24 : 37 – 44

Bina Anak GMIM - Materi untuk GSM Pelajaran 12