Arsitektur Gereja dari Zaman ke Zaman

Arsitektur Gereja
Arsitektur Gereja adalah seni bangunan gereja. Arsitektur berasal dari bahasa Yunani: αρχή (arke) yang berarti permulaan dan τεχνή (tekne) yang berarti seni pertukangan. Secara harafiah, arsitektur adalah seni pertukangan yang mula atau dasar. Arsitektur dianggap holistik, yaitu menyangkut hal-hal yang sakral dan profan. Jadi, arsitektur gereja adalah seni pertukangan dari bangunan gedung gereja, sehingga pertimbangan pertama ditinjau dari tujuan dibangunnya gedung itu, yaitu untuk ibadah. Karena gereja adalah perwujudan sejarah dari hidup Kristus, maka nilai-nilai di dalamnya juga harus memiliki kesatuan dengan hati Yesus. Pentingnya sebuah rancangan yang matang agar gereja benar-benar memperhitungkan aspek-aspeknya; teologis, filosofis dan fisiknya.
Masa kebangkitan arsitektur gereja terjadi setelah tahun 600-an, yaitu pada zaman  Konstantinus dan Karel Agung yang masuk pada Abad Pertengahan. Kemudian disusul dengan kebangkitan ekonomi dan perkembangan biara pada sekitar abad ke-11.
Basilika
Bentuk bangunan gereja pertama yang dibangun dalam ukuran raksasa setelah rumah-rumah dan katakombe ialah basilika. Basilika adalah bangunan Romawi untuk kegiatan umum. Model basilika diyakini sebagai bangunan gereja sehingga  sekitar seribu tahun lamanya dalam sejarah gereja. Kemudian basilika dimodifikasi untuk keperluan Liturgi. Dinding-dinding, pilar, dan apsisi dibuat berhiaskan mosaik dan freska kristiani. Altar terbuat dari batu dan didalamnya ditempatkan makam seorang martir. Hal ini menggambarkan persembahan sejati seorang saksi imam . Di tengah kedua dan kedua sisi laur naos dibuatkan lorong panjang atau disebut alos. Lorong tersebut selain panjang, juga dibuat luas dan lebar sehingga  memadai untuk keperluan prosesi liturgis.
Bentuk dasar bangunan gereja adalah basilika. Dalam bantuk awalnya basilika bermodel sederhana dan kosong. Basilika hanya seperti hanggar untuk manusia dengan banyak pilar didalamnya. Arsitektur gedung gereja dirancang tidak melulu berdasarkan pertimbangan kebutuhan fungsional. Gedung gereja bukan sekedar tempat untuk menampung orang sebanyak-banykanya, melainkan sebagai sarana spritual untuk merasakan perjumpaan dengan Allah. Pola Basilika sederhana dan berbentuk kotak-kotak atau kubis. Ruang tengahnya adalah naos dengan dua lorong panjang di kiri dan kanan seperti pola gereja basilika San to Apollianare-Ravenna, yang tampak atasnya dapat dibandingkan dengan gereja basilika Santo Clement di Roma.
Bizantium
Setelah model basilika, arsitektur bizantium memberi warna pada bangunan gereja. Walaupun pengaruh bizantium tidak luas, model ini dapat menjadi saksi sejarah liturgis. Setelah Konstantinopel menjadi pusat Kekristenan pada tahun 330, bizantium berkembangan sebagai bangunan gereja kedua setelah basilika. Puncak arsitektur bizantium adalah abad-abad pertengahan pertama hingga abad ke-12. Bangunan bizantium kini hanya merupakan monumen.
Ciri khas luar dari bizantium adalah atap berkubah, bahkan berkubah besar. ada sejumlah kubah terbuka yang saling tersusun hingga berpuncak pada kubah tertutup yang berukuran lebih kecil. Ada tiga bentuk kubah: kubah tunggal, kubah bersusun dan kubah berkuncup. Kubah-kubah tersebut disusun tanpa tiang penyangga inti di tengahnya.
Atap kubah bizantium tersebut membantu mengilhami para seniman dalam membuat kesan dekorasi interior. Di dalamnya, yakni pada dinding relung dan permukaan lengkungnya, penuh gambar mosaik batu dan fresko. Eksterior berkubah dari bizantium tidak mengungkapkan pemahaman teologi gereja. Yang istimwah dari mosaik bizantium adalah susunan objek lukisan berdasarkan urutan hierarki, dari bawah ke atas hingga langit-langit gereja.
Romanseque
Antara tahun 1050 dan 1200, arsitektur romanseque, menjadi pola agak umum bagi gereja. Walaupun tak jelas benar Romawi sebagai asal-usul nama romanseque tersebut, bangunan tersebut telah menjadi tanda di zamannya. Bangunan ini dilengkapi dengan menara yang tingginya dapat mencapai 100 meter dan beratap batu . Ruang dalamnya luas, ada yang mampu menampung sepuluh ribu orang. Panjangnya dapat mencapai 190 meter. Dindingnya dipenuhi dengan berbagai ukiran .
Jumlah bangunan gereja romanseque banyak. Konon  ada lebih dari lima ratus bangunan gereja besar berdiri di Prancis pada masa itu. Jika pada awalnya bangunan gereja raksasa dan basilika lebih berupa ruang dalam yang panjang dan lurus, romanseque membuat model salib pada naosnya. Walaupun masih berupa ruang yang panjang, ada gagasan baru sebagai sumbangan romanseque bagi tata arsitektur, yaitu model baru yang memiliki naos bersayap. Sayap kiri  dan kanan itu membentuk palang horizontal sehingga naosnya bermodel salib.
Berbeda dari arsitektur lain sebelumnya yang mengandung makna teologis melalui interiornya, romanseque mengungkap pemahaman teologi melalui eksteriornya.
Gothic
Arsitektur Gotik berkembang dari Perancis sekitar abad 13 hingga 16. Gothic ini berbeda dengan romanseque dengan apsis setengah lingkaran. Segi menonjol gothic bukan hanya model fisik sebuah bangunan, melainkan juga pemahaman akan cahaya. Dipahami bahwa Tuhan hadir disegala tempat.
Namun, penemuan utama dari gothic, bukan melulu pada seni menampilkan cahaya ke dalam ruangan. Hal tersebut terbukti bahwa banyak pula katedral gothic yang tidak secara maksimal memasukan sinar keruangan.
Katedral
Arsitektur Katedral adalah karya seni Gereja terbaik dari arsitektur Gotik yang mengalami puncaknya pada abad ke-12. Kata katedral berasal dari bahasa Latin cathedra yang berarti tahta uskup. Katedral juga paling berkembang di Perancis (Utara) dengan ciri-ciri menara tinggi, diding kaca besar, kubah bergaris dan ditopang oleh sayap.
Katedral di Spanyol bernama Compostela memiliki naos bersayap atau transep sehingga membentuk salib di ujung dekat katedra.
Di Indonesia kita bisa menemui Arsitektur dengan model Katedral di beberapa kota:
Katedral Santo Franciscus Regis di Bandung yang dibangun pada tahun 1895.
Katedral Santo Petrus di Bandung yang dibangun pada tahun 1895.


Neo Gotik
Setelah Zaman Gotik, maka disusul zaman Rennaisance Baroque dan Rococo yang melahirkan arsitektur Neo Gotik. Perbedaan utama langgam Noe Gotik dan Gotik adalah kesederhanaan dekorasi bangunan, terlihat dengan tidak adanya ukiran dan patung yang rumit. Neo Gotik adalah perpaduan dari Gotik, Noe Klasik dan Romantisme. Sedangkan pada zaman modern, bentuk Gotik masih digunakan, namun lebih praktis. Gereja Katedral di Jakarta adalah salah satu contoh aliran neo-gothik.
Modern
Arsitektur Gereja Jaman Modern semakin berkembang, memiliki pertimbangan-pertimbangan: kegunaan atau utility, kesederhanaan atau simplicity, Keluwesan atau flexibility, Kedekatan intimacydan keindahan atau beauty. Apek teologis dikonsep secara kreatif, konsep teologis filosofis ini dikembangkan secara baru pula. Walau banyak gereja yang bangunannya pragmatis dan terkesan pamer iman. Kreatifitas yang ada pada gereja modern dapat tampil tetap indah dan bernilai tinggi. Contohnya di Indonesia, GKI Serpong-Tangerang, GKJ Nehemia-Lebak Bulus. Di Filipina terdapat Gereja Saint Andrew di Manila, dengan bentuk stupa pada puncaknya menyerupai kemah, stupa mempunyai dua kaki dan di antara itu terbentang atap model apsis.A
Konsep teologis yang terdapat pada gereja modern salah satunya adalah keterbukaan gereja terhadap dunia luar, kepedulian gereja terhadap persoalan sosial yang dimasukkan dari refleksi kisah Yesus yang menyaksikan karya Allah yang mengambil rupa seorang hamba. Filipi 2:6-7 mengajak umat untuk tidak ekslusif dari manusia dan dunia luar.
Ide pembatasan ruang secara spesial muncul dan berkembang selama berabad-abad dalam sejarah manusia. Ruang yang satu dibuat terpisah sama sekali dengan ruang yang lain oleh dinding pemisah yang tebal dan tertutup. Bahkan, ruang sejati dan absolut, yakni jagad raya, dipisah-pisahkan oleh sejumput ruang-ruang relatif milik pribadi. Ruang dalam terpisah dari ruang luar. Bahkan ruang dalam dijadikan dunia bersuasana sorgawi, dan saling terpisah pula satu sama lain.
Bagi Penganut ide ini, ruang dalam harus dipercantik sebab di situ terdapat isi dari roh sesungguhnya. Maka, bangunan gereja merupakan secuil kesakralan di dalam yang besar dan sekuler. Untung, ide tersebut tidak bertahan selamanya sebab segera muncul ide baru mengenai ruang pada akhir abad ke-17 melaluli Isaac Newton (1642-1727). Ada dua jenis ruang dipahami oleh Newton, yaitu ruang absolute dan ruang relatif.
Ide ruang tanpa batas, yakni alam semesta, adalah ruang absolute, berikut pemahaman filosofisnya tersebut mengilhami beberapa arsitek gereja abad ke-20 dan ke-21. Antara ruang dalam gereja dan ruang luar gereja dibuat tanpa penghalang. hal ini melancarkan hubungan antara luar dan dalam secara timbal balik dan interaktif.
Kesimpulan
Dari Pembahasan Diatas dapat kami Simpulkan Bahwa:
Dalam mempertimbangkan tata ruang ibadah, rancangan harus tumbuh dari kesadaran bahwa ibadah adalah kegiatan jemaat yang berhimpun. Beberapa komponen ruang liturgis yang semestinya ada di dalam sebuah gedung gereja, hendaknya memperhatikan aspek keserasian maupun keramahan. Sebab ruang yang ramah akan mengantar dan memupuk, bukan menghambat kegiatan manusia. Dengan demikian ruang dirancang memungkinkan anggota jemaat dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan ibadah dan merasakan bahwa masing-masing individu (termasuk pelayan) merupakan bagian dari persekutuan dalam Tubuh Kristus yang satu itu.
Arsitektur berpengaruh dan menunjang dalam liturgi. Karena Arsitektur Gereja bagian dari Liturgi.



Comments

Baca juga

Mazmur 146 : 1-10 Hanya Allah satu-satunya penolong, Andalkan Allah dan bukan manusia

Khotbah / Renungan Injil Matius 24 : 37 – 44

Bina Anak GMIM - Materi untuk GSM Pelajaran 11