Model Penginjilan di Beberapa Tempat di Asia

1. Di India
William Carey (1761-1834), ialah seorang Baptis dari Inggris, diutus oleh BMS. Ia juga disebut sebagai “Bapa Pekabaran Injil Modern”. Ia menaruh perhatian yang besar pada pekabaran injil dalam lingkungan bangsa-bangsa yang bukan Kristen, karena ia melihat bahwa pada zaman itu usaha-usaha yang dilakukan masih sangat kurang. Sehingga, ia menarik kesimpulan, bahwa sudah tiba waktunya bagi orang-orang Kristen untuk aktif di bidang itu. Penyebaran Alkitab dalam sebanyak mungkin bahasa, secepat mungkin mendirikan gereja mandiri, secepatnya mendidik pendeta-pendeta pribumi, dan mempelajari sedalam mungkin alam pemikiran suku bangsa yang dikabari, dianggap sebagai asas pokok pekabaran Injil.
Henry Martyn (1781-1812), bercita-cita untuk menginjili kaum Muslim, termasuk di Pakistan. Ia berusaha dan berhasil sejak tahun 1806-1810, menerjemahkan Alkitab Perjanjian Baru kedalam bahasa Urdu, bahasa resmi Pakistan.
Gottlieb Pfander (Wittenberg, 1803), diutus oleh CMS Gereja Anglikan. Ia sering melakukan pembicaraan (Apologia?) dengan tokoh-tokoh Islam. Dan ia berhasil membuat orang-orang Islam, termasuk ahli-ahli agama Islam, tertarik dan masuk Kristen.
Sadhu Sundar Singh, adalah penginjil yang berusaha memberikan bentuk khas India kepada Injil, dengan cara ia berjalan berkeliling sebagai seorang sadhu, seorang pertapa Hindu dengan jubah kuning dan mengikuti cara hidup pertapa.

2. Di Tiongkok
Hudson Taylor, adalah pendiri CIM. Asas utamanya ialah, penginjil harus berpakaian Tionghoa dan harus sebanyak mungkin menyamakan diri dengan orang Tionghoa. Penginjilannya menggunakan metode diffusi.
Sedangkan, Timothy Richard, menggunakan metode konsentrasi, yakni pemusatan kegiatan. Injil dibawa, disertai pengetahuan umum kepada suatu kelompok elit. Jika Taylor “bottom up”, Richard “top down”.

3. Di Jepang
Toyohiko Kagawa, seorang tokoh Kristen dari Jepang yang memulai gerakan yang disebut “Gerakan Kerajaan Allah”. Kagawa juga mengkritik Gereja pada zamannya yang tidak memperhatikan masyarakat miskin. Ia memperlihatkan kepada Gereja dan bangsa Jepang bagaimana cita-cita kehidupannya sendiri, suatu masyarakat baru, yang berdasarkan kasih Kristen. Sama seperti banyak orang Kristen lainnya, Kagawa juga menolak untuk menyembah Kaisar Jepang sebagai dewa. Ia menyatakan bahwa Kristus lebih tinggi daripada Kaisar.

4. Di Korea
Lembaga – lembaga pI Protestan masuk pada tahun 1884. Pada tahun itu juga seorang dokter utusan Injil berhasil menyelamatkan hidup anak raja Korea, dengan hasil pemerintah Korea mengizinkan pI secara resmi. Namun sejak Korea menjadi jajahan Jepang, orang-orang Kristen mengalami hambatan yang sama seperti orang-orang Korea yang lain, yang masih bertambah berat karena sebagian dari mereka menolak untuk menyembah Kaisar Jepang dalam upacara Shinto. Pembentukan negara komunis di Korea Utara dan perang antara kedua Korea itu mengakibatkan penderitaan baru. Tentang gereja di Korea Utara hanya diketahui bahwa Gereja itu ada. Di Korea Selatan, jumlah orang Kristen bertambah pesat, dari beberapa ratus ribu pada tahun 1985 menjadi 10 juta pada tahun 1985 (8 juta orang Protestan dan 2 juta orang Katolik).

Comments

Baca juga

Mazmur 146 : 1-10 Hanya Allah satu-satunya penolong, Andalkan Allah dan bukan manusia

Khotbah / Renungan Injil Matius 24 : 37 – 44

Bina Anak GMIM - Materi untuk GSM Pelajaran 11